Rabu, 17 Maret 2010
Namun tahukah kita
bahwa apa-apa yang berhubungan dengan Global Warming hanyalah rekayasa dan
mitos belaka?yang dikembankan Amerika dan negara maju dengan kemajuan dan media Informasi dan propaganda yang mereka
miliki. Tahukah pula kita bahwa teori Global Warming tidak disandarkan oleh
penelitian dan kebenaran ilmiah? dan apa kepentingan Amerika dan Negara maju
atas upaya atau 'niat baik' mereka menyelamatkan dunia?.
Berikut beberapa hal
yang membuat kita perlu berfikir ulang tentang apa yang disebut Global Warmin,
yang selama ini kita mengamini dan mendukungnya, sadar ataupun tidak....
Pertama, Anggapan bahwa karbondioksida adalah polutan
Sesungguhnya, karbondioksida merupakan gas non-toksik yang
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang penting bagi semua
kehidupan di bumi. Semua tumbuh-tumbuhan hijau memerlukan karbondioksida untuk
proses fotosintesis yang akan menghasilkan makanan bagi tumbuhan dan oksigen
bagi manusia dan hewan. Dengan meningkatnya karbondioksida maka kecepatan
pertumbuhan tanaman juga akan meningkat. Contohnya, meningkatnya konsentrasi
karbondioksida di atmosfer dari 325 ppmv (parts per million by volume) pada
tahun 1970 menjadi 375 ppmv saat ini, menjadikan hasil panen gandum Australia
meningkat selama 30 tahun terakhir, yang merupakan bagian dari pengayaan
karbondioksida. Artinya anggapan karbondioksida sebagai penyebab polusi adalah
tidak benar adanya.
Kedua. Abad ke 20 merupakan abad terpanas dalam sejarah dan
dekade 1990-2000 merupakan yang terpanas. Konferensi pers atas peluncuran Third
Assessment Report oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change)
menunjukkan grafik temperatur belahan bumi utara dari tahun 1000 sampai 2000,
grafik ini dikenal sebagai Mann's Hockey Stick. dari grafik tsb menunjukkan
bahwa dari tahun 1000-1900 temperatur belahan bumi utara digambarkan mendingin
0.2°C dam tahun 1900-2000 temperatur menghangat 0.6°C.
Tujuan dari grafik ini untuk meligitimasi klaim bahwa
pemanasan pada abad ke-20 merupakan kejadian yang belum pernah terjadi
sebelumnya; yaitu karena emisi anthropogenik (ulah manusia) karbondioksida;
yang menuntut kebijakan dekarbonisasi harus diimplementasikan secepatnya.
Tapi ada fakta yang disembunyikan. Pada periode Medieval
Warm Period, dari tahun 800 sampai 1300, merupakan periode yang cukup hangat dimana
Vikings dapat mendirikan koloni di Greenland yang berlangsung selama 300 tahun,
tidak dimasukkan kedalam grafik!!! Periode Little Ice Age dari tahun 1560
sampai 1850 juga dihapus dari grafik ini. Medieval Warm Period ini merupakan
fenomena global. Pada periode ini.Eropa merupakan wilayah yang menikmati
kemakmuran pertanian pada periode ini dengan melimpahnya makanan dan pesatnya
pertumbuhan populasi. Kala itu mereka membuat proses besar dibidang teknologi,
penemuan seperti jam mekanik dan kincir angin, pendirian katedral besar, dan
pembangunan kota dagang seperti Venice, Amsterdam, dan London. Merupakan suatu
ironi bahwa para global warmers harus menghapus era yang luar biasa ini dari
kampanye mereka.
Ketiga. bukti yang menyatakan emisi anthropogenik (ulah
manusia) karbondioksida menentukan pemanasan saat ini Jika kita memplotkan
temperatur global dan konsentrasi karbondioksida di atmosfer pada periode
1970-2000, kita akan mendapatkan korelasi yang beralasan, dan tampak masuk akal
untuk mengatakan bahwa emisi anthropogenik yang menyebabkan pemanasan global.
Korelasi yang baik tidak membuktikan sebab akibat antar dua variable, dan yang
lebih penting, jika kita memperluas skalanya dan memplotkan konsumsi bahan
bakar fosil (yang mewakili emisi anthropogenik) dengan perubahan temperatur
dari 1860 sampai 2000, kita akan melihat tidak ada korelasi sama sekali.
Perhatikan disini, temperatur global meningkat dari 1860
sampai 1875, kemudian mendingin sampai 1890, meningkat sampai 1903 kemudian
turun sampai 1918, dan meningkat drastis sampai 1941-1942. Kita lalu mengalami
pendinginan yang panjang sampai 1976, tahun dimana Pasific Climate Shift, dan
sejak itu temperatur meningkat kira-kira 0.4°C. Tidak ada korelasi antara kurva
temperatur dan kurva anthropogenik CO2 selama lebih dari 140 tahun!
Keempat,. konsensus ilmiah telah dibuat para ilmuan yang
menyatakan emisi anthropogenik CO2 telah menyebabkan pemanasan global yang
signifikan dan harus segera dibatasi untuk mencegah malapetaka di masa depan.
Beberapa hari sebelum COP (Conference of the Parties), sebuah pertemuan
negara-negara yang meratifikasi UNFCCC (United Nation Framework Convention on
Climate Change) yang diselenggarakan di Buenos Aires Desember 2004, Jurnal
Science dipublikasikan Dr Naomi Oreskes, professor di University of California
di San Diego. Dia mengklaim telah menganalisis abstrak – menggunakan keywords
`climate change'- dari semua paper ilmiah yang terdaftar pada ISI database pada
dekade 1993-2003. Tujuh puluh lima persen dari 928 abstrak yang dia analisis
(yaitu 695) masuk kedalam kategori `baik secara implisit atau eksplisit
menerima pandangan konsensus'. Untuk pertama kalinya bukti empiris menunjukkan
kebulatan suara dengan konsensus terhadap emisi anthropogenik pada global
warming.
Namun, Dr Benny Peiser dari John Moores University di
Liverpool memutuskan untuk meniru studi ini. Dia menemukan bahwa pencarian pada
ISI database menggunakan keyword `climate change' dari tahun 1993-2003
menunjukkan hampir 12.000 paper yang dipublikasikan dipertanyakan Orekes
kemudian meralat dan mengakui bahwa dia menggunakan keywords `global climate
change'. Hal ini mengurangi paper yang di-review menjadi 1247 yang mana yang
telah diabstrakkan berjumlah 1117. Dari 1117 abstrak, dan hanya 13 (1%) yang
secara eksplisit mendukung `pandangan konsensus'.(bahwa emisi anthropogenik CO2
telah menyebabkan pemanasan global yang signifikan dan harus segera dibatasi
untuk mencegah malapetaka di masa depan-red). Tiga puluh empat abstrak ditolak
atau dipertanyakan tentang pandangan bahwa manusia adalah pendorong utama
`pemanasan selama lebih dari 50 tahun pengamatan'. Orakes mengklaim bahwa
`tidak ada satupun paper yang menentang [bahwa climate change saat ini alami].
Tapi, 44 paper menekankan bahwa faktor alam memainkan peranan penting , jika
tidak, merupakan kunci dari climate change saat ini.
Dr Preiser mengirim surat ke Jurnal Science untuk memuat
hasil investigasinya. Science menolak untuk mempublikasikannya. Hendrik Tennekes:
"ahli fisika turbulen dunia, yang baru pensiun dari Director of Research,
Royal Netherlands Meteorological Institute: Kekolotan para ahli climate
menyebabkan kesalahpahaman yang disebabkan oleh pembicara, seperti yang
dilakukan IPCC, tentang dasar ilmiah Climate Change". Karena itu, Dr.
Preiser merespon ideology itu dengan menyatakan bahwa tidak mungkin fisika
dapat menghasilkan dasar ilmiah yang dapat diterima secara universal untuk
digunakan untuk mengambil kebijakan tentang climate change.
Garth Paltridge dari Australia, ilmuan terkemuka yang telah
pensiun dari jabatannya sebagai Director of the Antarctic CRC and IASOS di
University of Tasmania, berkomentar: "Tiap laporan [IPCC Assessment
Report] diutarakan dengan cara tertentu agar tampak lebih meyakinkan
dibandingkan laporan terakhir bahwa pemanasan rumah kaca berpotensi menyebabkan
bencana kemanusiaan. Keyakinan itu tidak berasal dari cabang ilmu manapun. Tapi
itu merupakan fungsi dari betapa kuatnya pernyataan tentang global warming
diutarakan tanpa mendapat sanggahan dari komunitas ilmuan. Selama
bertahun-tahun, opini dari komunitas itu telah dimanipulasi setidak-tidaknya
mendukung secara pasif kampanye untuk mengisolasi dan tentu saja memperburuk –
keraguan ilmiah diluar pusat aktifitas IPCC. Audiens telah diposisikan untuk
menerima. Dengan demikian mereka secara bertahap menjadi lebih mudah untuk
menjual bencana efek rumah kaca".
Lima, Emisi anthropogenik CO2 dan penyebab global warming
yang lain, dianggap bertanggung jawab tidak hanya pada peningkatan temperatur
dan kekeringan, tapi juga terhadap meningkatnya badai salju, salju yang tidak
pada musimnya, dan cuaca yang membekukan. Mereka juga bertanggung jawab
terhadap meningkatnya jumlah angin topan. Contohnya, tahun-tahun belakangan ini
Amerika Utara, UK, dan Eropa Utara mengalami musim dingin yang parah (tapi
tidak separah musim dingin1946-47), menyebabkan cerita global warming mulai
terlihat usang. Sehingga kata `climate change' menggantikan global warming, dan
penjelasan diletakkan di awal untuk menjelaskan mengapa peningkatan emisi
anthropogenik CO2 dapat menyebabkan musim dingin yang parah dan juga musim
panas yang terlalu panas. Puncak kampanye ini adalah film The Day After
Tomorrow yang memperlihatkan New York dibanjiri salju dan es ketika global
warming memicu datangnya jaman es berikutnya. Salah satu argumen yang sering
dipakai adalah berhentinya arus teluk (Gulf Stream) oleh global warming beserta
akibatnya yang menghebohkan seluruh Eropa. Carl Wunsch, Professor of Physical
Oceanography pada MIT dan ahli kelautan dunia menyatakan: Satu-satunya cara
untuk menghasilkan sirkulasi laut tanpa arus teluk adalah dengan cara mematikan
sistem angin atau menghentikan rotasi bumi, atau keduanya.
Beberapa bulan lalu (artikel ini dirilis Februari 06) di
Florida, Louisiana dan Texas muncul beberapa angin topan besar. Katrina,
khususnya, menyebabkan kerusakan yang luar biasa di New Orleans. Sekali lagi
para global warmers dengan cepat menyalahkan ini semua pada global warming dan
emisi anthropogenik. Swiss Re dan Munich Re adalah dua perusahaan asuransi
besar yang melakukan semua yang mereka bisa untuk mendukung argumen yang
menyatakan anthropogenik CO2 sebagai biang keladinya. Tidak ada bukti yang
mendukung hal ini. Tidak ada korelasi antara kejadian dan keparahan angin topan
dengan konsentrasi CO2 di atmosfer. Pembayaran klaim asuransi tentu saja
meningkat. Hal ini karena warga Amerika bermigrasi ke daerah selatan yang lebih
hangat. Florida mempunyai populasi 20 juta jiwa dan nilai real estate di daerah
ini juga tentu ikut meningkat.
Hal diatas
menggambarkan upaya propagandis untuk mengarahkan isu dari Global Warming ke
arah Climate Change karena Global Warming terbantahkan oleh fenomena musim
dingin yang parah di Amerika Utara, UK dan Eropa Utara. dan perusahaan asuransi
mengambil keuntungan besar dengan menghembuskan isu Global Warming dan emisi
antropogenik meski tanpa dasar ilmiah.
Keenam. Emisi anthropogenic dianggap mengakibatkan es kutub
mencair dan permukaan laut meningkat. Peningkatan permukaan air laut dapat
menenggelamkan negara-negara yang berada di Pasifik dan Samudra Hindia
(termasuk Indonesia). Sebelum pertemuan
AP6 di Sydney pada 11-12 Januari 2006 (the Asia Pacific Partnership on Clean
Developtment and Climate, APPCDC), hal
yang mengundang perhatian dilakukan oleh perwakilan Pacific Island States.
AOSIS (Alliance of Small Island States) dengan mengklaim, bahwa akibat global
warming, permukaan air laut meningkat, pulau-pulau mereka kini berada di bawah
permukaan air, dan permintaan khusus kepada Pemerintah Australia adalah untuk
memberikan visa permanen kepada warga negara tersebut.
Masalahnya adalah tidak ada bukti yang mendukung klaim
mereka. The South Pacific Sea Level and Monitoring Project, menemukan tidak
adanya bukti kenaikan permukaan air laut. Morner dan timnya melakukan
investigasi yang mendalam pada klaim yang dibuat oleh IPCC bahwa Pulau Maldive
di Samudra Hindia beresiko atas kenaikan permukaan air laut yang dipercepat
oleh global warming. Dia menemukan bukti kuat bahwa permukaan air laut di pulau
Maldive turun selama 30 tahun terakhir, dan dulunya pulau tersebut beserta
penghuninya selamat dari peningkatan permukaan air laut. Yang jarang disinggung
yaitu bahwa banyak dari pulau ini berada dekat perbatasan lapisan kerak bumi,
yang pergerakannya bertanggung jawab atas naikturunnya pulau tersebut terhadap
permukaan air laut.
Global warmers berpendapat kenaikan permukaan air laut
disebabkan oleh mencairnya es kutub dan oleh karena itu permukaan air laut juga
meningkat. Tampaknya para global warmers tidak mengerti bahwa Es Arctic
mengapung di laut Arctic, yang menghasilkan perbedaan kecil apakah ini berada
pada bentuk es atau bentuk cair. Bentuk es (padat) mempunyai kepadatan 90% dari
bentuk cair dan mengapung di dalam air. Kapanpun tayangan tentang kenaikan
permukaan air laut muncul di TV, kita melihat gunung es lahir dari retakan
lapisan es. Kita tidak melihat salju turun diatas lapisan es Antarctic beberapa
ribu meter tingginya di atas permukaan laut dimana temperaturnya jarang sekali
berada di atas titik beku. Pengamatan satelit pada lapisan es Greenland
menunjukkan penebalan bukan pengurangan, dan lapisan es Antarctic mendekati
keseimbangan.
Ketujuh, Kecuali
emisi anthropogenik CO2 dikurangi 50-60 persen dari tingkat yang sekarang pada
tahun 2050, maka pada tahun 2100 anak cucu kita akan menahan temperatur global
antara 1.4 sampai 5.8°C lebih panas dari sekarang. Klaim ini berdasarkan
proyeksi yang berasal dari model yang dijalankan oleh computer canggih yang
ditujukan untuk mensimulasikan respon atmosfer terhadap perubahan konsentrasi
CO2. Klaim bahwa computer dapat melakukan ini dan menghasilkan hasil yang
berarti dianggap omong kosong oleh ilmuan dalam bidang mekanika cairan, numeric
modelling sistem kompleks, dan dalam bidang iklim.
Misalnya, Hendrik Tennekes, menulis: tugas untuk menemukan
semua mekanisme umpan balik non linier dalam mikrostruktur keseimbangan radiasi
mungkin seperti mencari jarum dalam jerami. Ketaatan buta pada ide miring bahwa
model iklim dapat dihasilkan mendekati aslinya melalui simulasi iklim adalah
alasan utama mengapa saya tetap skeptis pada climate change. Dari latar
belakang saya dalam bidang turbulensi saya menunggu hari hari dimana model
iklim akan dijalankan dengan resolusi kurang dari satu kilometer. Masalah
ramalan mengerikan dari aliran turbulen kemudian akan menurun pada ilmu iklim
sebagai balas dendam.
Reid Bryson, Emeritus Professor di University of Winconsin,
dan dianggap oleh banyak ahli klimatologi sebagai `bapak klimatologi' menulis:
Sebuah model tidak lebih dari pernyataan formal tentang apa yang dipercaya si
pembuat model mengenai bagian dunia yang dikerjakannya… mungkin butuh
bertahun-tahun sebelum kapasitas pengetahuan manusia dan computer cukup untuk
membuat simulasi yang beralasan… model yang digunakan mempunyai kesalahan yang
sama, tapi hal ini tidak mengejutkan, karena pada dasarnya model yang satu
adalah cloning dari yang lain.
Bill Kininmonth dari Australia, direktur dari the National
Climate Centre dari tahun 1986 sampai 1998 menulis: Kemampuan yang tampak pada
computer model untuk mensimulasikan temperatur permukaan global dari abad 20 muncul
dengan banyak asumsi dan kelemahan. Walupun IPCC membela diri, tidak mustahil
untuk mengisolasi gas rumah kaca anthropogenik sebagai penyebab (atau bahkan
penyebab utama) untuk mengamati pemanasan pada dua dan paruh dekade abad 20.
Peningkatan glasier gunung sampai pertengahan abad 19, dan keberadaan mereka
mundur, menunjuk ke arah proses alam skala besar yang secara sistematis
mempengaruhi sistem iklim dalam jangka waktu yang lama. Apakah sistematis
proses adalah proses internal iklim atau sebuah akibat dari luar, atau
kombinasi keduanya, tidak dapat ditentukan dengan tingkat kepercayaan berapapun
berdasarkan data dan alat analisis yang ada. Sudah sewajarnya, respon sensitif
dari temperatur bumi terhadap serangan gas rumah kaca tidak dapat diskalakan dengan
merekomendasikan kepada besarnya peningkatan temperatur global saat ini dan
serangan dari gas rumah kaca anthropogenik seperti yang ditunjukkan dalam
simulasi model komputer dari abad ke 20.
Delapan. Penyakit daerah tropis seperti malaria dan Demam Berdarah
Dengue akan menyebar ke daerah beriklim sedang. Dalam kebohongannya, klaim yang
satu ini mengherankan. Segera setelah IPCC mengeluarkan argumen ini pada tahun
1995, diantara sekian banyak kasus, kasus Oliver Cromwell yang meninggal karena
malaria di London pada September 1658 pada periode dingin yang istimewa di
Inggris dijadikan alasan. Paul Reiter, mantan Chief of the Entomology Section,
Dengue Section, di US Centre for Disease Control and Prevention di San Juan,
dan sekarang pada Pasteur Institute di Paris menulis tentang malaria di Inggris
dan Eropa Utara selama abad ke 17. Diskusinya tentang malaria memberikan
pengetahuan yang sangat menarik tentang resiko hidup di daerah berpaya-paya
seperti di daerah Westminster dan di muara pesisir Thames.
Profesor Reiter berkomentar atas diskusi malaria dalam
Second Assessment Report-nya IPCC: Literature ilmiah tentang penyakit yang
disebabkan nyamuk sangatlah banyak, namun referensi babnya terbatas pada
artikel ringan, banyak yang malah tidak jelas, dan hampir semuanya memberi
kesan meningkatnya angka kejadian penyakit ini pada iklim yang menghangat.
Kekurangan informasinya tidaklah mengejutkan: belum ada peneliti yang menulis
riset paper tentang masalah ini! Lebih lagi, 2 dari penulis yang adalah dokter,
telah menghabiskan hampir seluruh karirnya sebagai aktivis lingkungan. [salah
satunya telah mempublikasikan artikel `profesional' sebagai `ahli' dalam 32
bidang, mulai dari keracunan merkuri sampai ranjau darat, globalisasi sampai
alergi, dan virus West Nile sampai AIDS]
Salah satu penulis yang berkontribusi adalah seorang
entomologi, yang juga seorang yang menulis artikel yang tidak jelas tentang DBD
dan El Nino, tapi yang paling menarik adalah artikel tentang keefektifan helm
pada kecelakaan motor (ditambah satu paper tentang efek telepon seluler pada
kesehatan).
Reiter menunjukkan bahwa malaria dan penyakit tropis lainnya
membutuhkan kondisi-kondisi tertentu selain temperatur dalam penyebarannya.
Contohnya, dia telah menganalisis perbatasan Texas-Meksiko, dimana DBD lazim
ditemukan di Meksiko dan jarang di Texas meskipun kondisi lingkungannya mirip.
Yang membedakan hanyalah kondisi kehidupannya.
Kesembilan. Mematikan pembangkit listrik tenaga batubara dan
menggantinya dengan sumber yang dapat diperbaharui seperti kincir angin dan
tenaga matahari (atau bahkan tenaga nuklir) tidak akan menyebabkan kerugian
ekonomi Ahli lingkungan bertahan menolak dampak ekonomi yang disebabkan
dekarbonisasi. Di satu pengertian khusus mereka secara teoritis benar. Jika kita
semua secara sukarela naik sepeda daripada motor; jika kita mau aliran listrik
hanya mengalir di saat angin bertiup saja; jika kita siap untuk tidak memakai
pupuk dan traktor lagi; jika kita siap untuk hidup seperti jaman nenek moyang
kita dahulu di abad ke 19; kita semua masih dapat bekerja, walaupun bekerja di
malam hari akan menjadi sulit karena tidak adanya listrik.
Harga yang harus dibayar Australia jika membuang energy
listrik berbasis batubara adalah sebagian besar industri ekspor akan mengalami
kematian, yaitu pertambangan, pengolahan metal, pertanian, dan pengolahan
makanan, yang membutuhkan energi besar dan menghasilkan untung dari penghematan
energy. Energi berbasis batubara di Australia seharga $30-$40 per megawatt jam
(MWh). Tenaga nuklir seharga $70-$80 per MWh, dua kali lipatnya. Kincir angin,
yang menghasilkan listrik hanya jika angin bertiup, seharga $80-$130 per MWh,
dan membutuhkan backup yang dapat diandalkan dan tentu saja menjadi tidak
ekonomis.
Energy matahari seharga antara $300-$500 per MWh dan
tersedia hanya jika matahari bersinar. Sejumlah ekonom (di Australia) telah
menaiki kereta global warming dalam rangka mempromosikan yang mereka sebut
mekanisme pasar untuk mereduksi emisi karbon. Perdagangan emisi merupakan
proposal yang murah. Semua rencana kotor ini berbeda-beda di pasaran, misalnya
lisensi taksi. Setiap kota besar di Australia mempunyai lisensi yang membatasi
jumlah taksi yang beroperasi. Hal ini menciptakan faktor tambahan yang
meningkatkan nilai lisensi taksi, dan lisensi ini diperdagangkan dengan total
order $250.000. Jika peraturan yang menyatakan pengemudi taksi harus memiliki
lisensi dihapuskan, nilai lisensi akan menjadi nol. Lisensi ini menimbulkan
pajak yang harus dibayar oleh pengguna taksi. Lisensi emisi untuk pembangkit
energi atau kilang minyak akan dijalankan dengan cara yang sama. Yang tidak
diketahui adalah seberapa besar pajak pada emisi karbon akan ditetapkan supaya
pengguna listrik mau mengurangi konsumsi listrik mereka sampai batas yang
ditetapkan.
Contoh pengguna listrik besar misalnya peleburan aluminium
dan pupuk tanaman, akan memindahkan perusahaan mereka ke negara lain.
Perusahaan automobile Australia, yang sudah terancam oleh kompetisi
internasional, akan ditutup. Dan efek dominonya akan menyebar keseluruh ekonomi
Australia menyebabkan pengangguran pada sektor industri pada awalnya dan
kemudian merambah ke sektor lain (penulis artikel ini dan organisasinya berasal
dari Australia).
Dampak ekonomi tersebut juga akan berdampak pada politik.
Tidak akan ada pemerintah yang memperkenalkan pajak karbon ini yang akan menang
di pemilu, sementara itu dampak yang dibawa akan berlangsung lama.
Kesimpulan
Penipuan global warming telah menjadi peristiwa ilmiah
paling luar biasa setelah periode perang. Begitu banyak orang, dan institusi,
telah terperangkap dalam jaring ketidakjujuran, terkuasai pikirannya oleh
aktivis lingkungan melalui NGO (non government organization) dan manipulasi
mereka pada proses-proses IPCC, bahwa integritas ilmiah barat pada kondisi beresiko
serius. Pembongkaran jaring ini akan menyebabkan banyak individu kehilangan
reputasinya, tapi yang lebih penting, dalam merestrukturisasi
institusi-institusi ilmiah yang telah mengikatkan reputasi mereka pada IPCC.
Masalah tersebut sekarang menjadi agenda politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar