Rabu, 25 Januari 2012

Menjadi Kader AB2


Dalam konstitusi, Karakter Organisasi KAMMI dijelaskan bahwa KAMMI bersifat organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatul amal). Sebagai harakatut tajnid, maka konsekuensinya adalah adanya pewarisan nilai-nilai dan spirit pada generasi pemegang tongkat berikutnya. Kaderisasi inilah yang menjadi ujung tombak sebuah organisasi.


 Permasalahan kader sering menjadi masalah klasik yang senantiasa kita dengar. Semakin baik sebuah organisasi menangani kadernya, hal ini terukur dengan tiga hal paling tidak: Pertama, tercukupinya struktur internal organisasi yang bersangkutan sehingga target-target gerakan dapat dicapai Kedua, adanya manuver-manuver eksternal yang progresif yang dilakukan gerakan secara komunal maupun manuver-manuver yang dilakukan oleh kader yang berada di dalam kontrol gerakan. Ketiga teroptimalkannya sejumlah potensi baik fikriyah, jasadiyah dan ruhiyah seluruh kader.

 KAMMI mengenal sistem rekrutmen anggota [kader] melalui tiga jenjang: Daurah Marhalah I, DM II dan DM III. Dalam konstitusi dinyatakan bahwa “anggota dinyatakan sebagai Anggota Biasa II apabila telah dinyatakan lulus Dauroh Marhalah II, dan dinyatakan sebagai Anggota Biasa III apabila telah dinyatakan lulus Dauroh Marhalah III.” Penjenjangan ini bukan sebuah hierarki tertutup. Aturan ini lebih berfungsi sebagai pengatur distribusi kader sesuai dengan kafaah yang dimilikinya. Secara lugas telah dijelaskan dalam GBHO KAMMI:

 “Agar dakwah dapat tumbuh secara berkelanjutan secara seimbang, tetap berada pada orientasi yang benar, mampu mengelola amanah dan masalah, dan terus memiliki kekuatan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, maka KAMMI menyusun dirinya atas unsur-unsur sebagai berikut:

 1. qo’idah ijtima’iyah (basis sosial), yaitu lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya.

 2. qo’idah harokiyah (basis operasional), yaitu lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI.

 3. qo’idah fikriyah (basis konsep), yaitu kader pemimpin, yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia.

 4. qo’idah siyasiyah (basis kebijakan), yaitu kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.

 Keempat unsur tersebut merupakan piramida yang seimbang, harmonis dan kokoh, yang menjamin keberlangsungan gerakan KAMMI

 Berkaitan dengan posisi Anggota Biasa II (AB II) KAMMI, diterangkan bahwa kader AB II memiliki kafaah sebagai basis konsep. Piramida ini menunjukkan bahwa seorang AB II dituntut memiliki kemampuan untuk membuat konsep besar gerakan berdasar ideologi KAMMI yang telah ditetapkan. AB II menduduki sebagai qa’idah fikriyyah, yaitu para pemikir dan konseptor gerakan.

 Sebagai basis pemikir, dalam Indeks Jatidiri Kader [IJDK] AB II dijelaskan bahwa, seorang AB II harus memiliki kafaah sebagai berikut:
 Aqidah

 1. Paham tiga macam tauhid
 2. Memahami Allahu Ghoyatuna
 3. Memahami Rasul Qudwatuna
 4. Menjauhi dari dosa-dosa kecil
 5. Memahami ibadah sebagai pengabdian total kepada Allah
 6. Tidak mengkafirkan sesama muslim

 Akhlaq:

 1. Memahami indahnya berukhuwah dalam Islam
 2. Terbiasa untuk berukhuwah dengan saudaranya ketika kita mengemban sebuah amanah
 3. Jauh dari sifat dengki
 4. Menepati janji
 5. Rela berkorban dalam dakwah Islam
 6. Terbiasa melakukan amalan-amalan sunnah

 Manhaj :

 1. Memahami urgensi amal jama’i dan memiliki kemampuan untuk melakukannya
 2. Memahami Islam di era madaniyah
 3. Memahami urgensi kaderisasi
 4. Mampu merancang aksi
 5. Memiliki kemampuan pengenalan medan dakwah
 6. Memahami perubahan sosial dimulai dari individu, kemudian masyarakat, keluarga.

 Fikrah :

 1. Mengenal pertempuran antara yang haq dan bathil
 2. Mengenal pemikiran-pemikiran yang memusuhi Islam
 3. Memiliki fikrah Islami

 Siyasah:

 1. Memahami problematika kaum muslimin
 2. Memahami sistem sosial politik Indonesia
 3. Mampu menganalisis berbagai fenomena secara lisan
 4. Mampu menganalisis berbagai fenomena secara tulisan
 5. Paham dasar-dasar konsep perubahan
 6. Memiliki kredibilitas sosial dan politik di lingkungannya

 Skill: Mampu merancang aksi dan mobilisasi massa.

 Jika dikaitkan dengan paradigma gerakan, seorang AB II harusnya sudah memahami apa yang disebut sebagai Intelektual Profetik. Gerakan Intelektual Profetik yaitu gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik. Intelektual profetik adalah proses membangun kesadaran, membentuk paradigma dan menggerakkan secara massif dan organik. Intelektual profetik lahir bukan hanya untuk berwacana atau meneggelamkan diri dalam lautan buku dan diskusi belaka, namun untuk membentuk smart muslim fighter. Siapkah antum?***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar