Dalam konstitusi, Karakter Organisasi KAMMI dijelaskan bahwa
KAMMI bersifat organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan
(harokatul amal). Sebagai harakatut tajnid, maka konsekuensinya adalah adanya
pewarisan nilai-nilai dan spirit pada generasi pemegang tongkat berikutnya.
Kaderisasi inilah yang menjadi ujung tombak sebuah organisasi.
Permasalahan kader
sering menjadi masalah klasik yang senantiasa kita dengar. Semakin baik sebuah
organisasi menangani kadernya, hal ini terukur dengan tiga hal paling tidak:
Pertama, tercukupinya struktur internal organisasi yang bersangkutan sehingga
target-target gerakan dapat dicapai Kedua, adanya manuver-manuver eksternal
yang progresif yang dilakukan gerakan secara komunal maupun manuver-manuver
yang dilakukan oleh kader yang berada di dalam kontrol gerakan. Ketiga
teroptimalkannya sejumlah potensi baik fikriyah, jasadiyah dan ruhiyah seluruh
kader.
KAMMI mengenal sistem
rekrutmen anggota [kader] melalui tiga jenjang: Daurah Marhalah I, DM II dan DM
III. Dalam konstitusi dinyatakan bahwa “anggota dinyatakan sebagai Anggota
Biasa II apabila telah dinyatakan lulus Dauroh Marhalah II, dan dinyatakan
sebagai Anggota Biasa III apabila telah dinyatakan lulus Dauroh Marhalah III.”
Penjenjangan ini bukan sebuah hierarki tertutup. Aturan ini lebih berfungsi
sebagai pengatur distribusi kader sesuai dengan kafaah yang dimilikinya. Secara
lugas telah dijelaskan dalam GBHO KAMMI:
“Agar dakwah dapat
tumbuh secara berkelanjutan secara seimbang, tetap berada pada orientasi yang
benar, mampu mengelola amanah dan masalah, dan terus memiliki kekuatan untuk
mewujudkan tujuan-tujuannya, maka KAMMI menyusun dirinya atas unsur-unsur
sebagai berikut:
1. qo’idah
ijtima’iyah (basis sosial), yaitu lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung
perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan
lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya.
2. qo’idah harokiyah
(basis operasional), yaitu lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah
masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah
digariskan KAMMI.
3. qo’idah fikriyah
(basis konsep), yaitu kader pemimpin, yang mampu menjadi teladan masyarakat,
memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru
bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori
penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia.
4. qo’idah siyasiyah
(basis kebijakan), yaitu kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah
gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.
Keempat unsur
tersebut merupakan piramida yang seimbang, harmonis dan kokoh, yang menjamin
keberlangsungan gerakan KAMMI
Berkaitan dengan
posisi Anggota Biasa II (AB II) KAMMI, diterangkan bahwa kader AB II memiliki
kafaah sebagai basis konsep. Piramida ini menunjukkan bahwa seorang AB II
dituntut memiliki kemampuan untuk membuat konsep besar gerakan berdasar
ideologi KAMMI yang telah ditetapkan. AB II menduduki sebagai qa’idah
fikriyyah, yaitu para pemikir dan konseptor gerakan.
Sebagai basis
pemikir, dalam Indeks Jatidiri Kader [IJDK] AB II dijelaskan bahwa, seorang AB
II harus memiliki kafaah sebagai berikut:
Aqidah
1. Paham tiga macam
tauhid
2. Memahami Allahu
Ghoyatuna
3. Memahami Rasul
Qudwatuna
4. Menjauhi dari
dosa-dosa kecil
5. Memahami ibadah
sebagai pengabdian total kepada Allah
6. Tidak mengkafirkan
sesama muslim
Akhlaq:
1. Memahami indahnya
berukhuwah dalam Islam
2. Terbiasa untuk
berukhuwah dengan saudaranya ketika kita mengemban sebuah amanah
3. Jauh dari sifat
dengki
4. Menepati janji
5. Rela berkorban
dalam dakwah Islam
6. Terbiasa melakukan
amalan-amalan sunnah
Manhaj :
1. Memahami urgensi
amal jama’i dan memiliki kemampuan untuk melakukannya
2. Memahami Islam di
era madaniyah
3. Memahami urgensi
kaderisasi
4. Mampu merancang
aksi
5. Memiliki kemampuan
pengenalan medan dakwah
6. Memahami perubahan
sosial dimulai dari individu, kemudian masyarakat, keluarga.
Fikrah :
1. Mengenal
pertempuran antara yang haq dan bathil
2. Mengenal
pemikiran-pemikiran yang memusuhi Islam
3. Memiliki fikrah
Islami
Siyasah:
1. Memahami
problematika kaum muslimin
2. Memahami sistem
sosial politik Indonesia
3. Mampu menganalisis
berbagai fenomena secara lisan
4. Mampu menganalisis
berbagai fenomena secara tulisan
5. Paham dasar-dasar
konsep perubahan
6. Memiliki
kredibilitas sosial dan politik di lingkungannya
Skill: Mampu
merancang aksi dan mobilisasi massa.
Jika dikaitkan dengan
paradigma gerakan, seorang AB II harusnya sudah memahami apa yang disebut
sebagai Intelektual Profetik. Gerakan Intelektual Profetik yaitu gerakan yang
mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan,
pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik. Intelektual profetik
adalah proses membangun kesadaran, membentuk paradigma dan menggerakkan secara
massif dan organik. Intelektual profetik lahir bukan hanya untuk berwacana atau
meneggelamkan diri dalam lautan buku dan diskusi belaka, namun untuk membentuk
smart muslim fighter. Siapkah antum?***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar