Rabu, 25 Januari 2012

Cerita Bersama Galang Press


Tepat ketika hari terakhir di GREBEG BUKU Yogyakarta, dengan slogan “Menuju Yogya sebagai Kota Wisata Buku”, sy bertemu dengan Pimred Penerbit GALANG. Penerbit galang adalah penerbit yang menerbitkan buku “Gurita Cikeas” karya George Junus Aditjondro yang banyak menarik perhatian publik dan sedang diburu. Ketika itu obrolan hangatpun terjadi, terlebih sy mengenalkan diri sebagai kader KAMMI. Topik pembicaraan seputar buku dan korupsi, isu korupsi kembali hangat menjadi pembicaraan seteleh kasus century mencuat.


Secara umum, buku “Gurita Cikeas” memiliki kesamaan gagasan dengan kammi, yakni upaya pemberantasan korupsi. buku ini berhasil masuk dalam ruang opini publik, setidaknya dengan kontroversi gagasan dan momentum peluncurannya. kammi perlu belajar memanfaatkan dua hal tersebut, gagasan dan momentum, untuk mengoptimalkan distribusi kebaikannya...

Pembicaraan sy dengan pimred Galang tidak berlangsung lama, karena masing-masing akan melanjutkan agendanya. Kami bersepakat untuk bertemu keesokan hari, (6 januari 2010) di kantor Galang Press...

Pada hari yang telah disepakati, saya sendirian meluncur ke kawasan Baciro tempat  Kantor Galang Press berada. Karena belum tahu lokasi tepatnya, sy bertanya pada Bapak pengemudi Becak yang mangkal diseputaran Stadion Mandala Krida. Dengan  berbekal arahan Bpk Tulkang Becak, akhirnya sy bisa sampai ke kantor Galang. Lalu masuk dan bertanya kepada karyawan yang kebetulan ada disana, menanyakan pimred apakah ada di ruangan atau tidak. Ternyata Pimred Galang sedang keluar, sy langsung .ditemua Ka Litbang dan Humas Galang. Dan disinilah diskusi bermula.

Awalnya, rencana awal kedatangan sy ke Galang adalah untuk bertemu George Aditjondro, namun urung karena beliau sedang menenangkan diri di Kaliurang, kawasan di kaki Guniung Merapi, selama dua pekan. Hal ini dilakukan setelah suasana cukup panas pasca penerbitan Gurita di Cikeas dan insiden dengan Ramadhan Pohan di Jakarta. George juga menunda roadshow atau agenda lain selama dua pekan tsb. Dari arsip di Galang Press, sy melihat ada beberapa buku lain yang ditulis oleh Georges.

Ada kemungkian sembari istirahat di daerah Kaliurang, George akan meluncurkan buku keduanya. yang berkaitan dengan buku Gurita-nya. Hal yang perlu diambil mengingat juga lahir buku-buku lain  yang bernuansa menentang gagasan dan metdodologi buku Gurita. Namun di tengah polemik dan pertarungan mengenai Gurita di Cikeas dan lain-lain, ada satu sudut pandang dan pembelajaran positif yang dapat diambil. Peperangan dan konflik yang terjadi classly, berkelas, karena disuguhkan dan terjadi dalam bentuk  tulisan. Minimal ada budaya tulisan/literasi yang harapannya mencerdaskan masyarakat. Ada trend dimana masyarakat menunjukkan peningkaan minat membaca karena keingintahuan masyarakat mengenai kasus Century.Semoga generasi masa depan bangsa ini membudayakan baca-tulis sebagai sarana memperjuangkan gagasannya.

Bila melihat keberanian Galang untuk menerbitkan dan mengankat buku Gurita ini, ada pertanyaan dibenak saya mengapa Galang mau mengambil resiko menerbitkannya. Akhirnya, saya menanyakan kepada pihak Galang mengapa mereka berani menerbitkan buku kontroversial semacam ini. Menurut Galang, semangat Memberantas Korupsi memicu Galang Press untuk menerbitkan buku ini, dengans segala resikonya. Berdasarkan pengamatan saya di Penerbit ini, cukup banyak buku-buku terbitan Galang banyak yang kontroversial. Hal ini sudah menjadi core, ujar Litbang Galang.

Mungkin masyarakat cukup jengah terhadap tindak korupsi di Bangsa ini, khususnya erhadap mafia peradilan . Puncak Gunung es-nya ialah ketika rekaman percakan Anggodo "sang Mafioso" diungkap dan diperdengarkan pada khalayak umum oleh Mahkamah Konstitusi. Semua orang bisa melihat dengan jelas “kegilaan” dan kebobrokan praktik hukum Indonesia. Bagaimana peran Anggodo like a boss, dengan kuasa finansialnya memainkan hukum sesuai dengan syahwatnya., serta bagaimana aparat penegak hukum seperti preman yang meminta jatah preman agar kasus menguap dan penjahat bebas melenggang.  Masyarakat semakin percaya bahwa markus (makelar kasus) adalah nyata di dunia peradilan kita.

Dalam kesempatan itu, saya manfaatkan untuk menyampaikan beberapa pesan kepada teman2 di  Garas, pertama, KAMMI hadir untuk mendorong perubahan bangsa ini (ishlahul hukumah) kearah yang lebih baik. SIkap ini menjadi raison d’etre KAMMI yang hadir dalam rangka menuju Indonesia seperti yang dilukiskan dalam Al-Qur’an, “baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur”, sejahtera material dan spiritual. Kedua, KAMMI akan terus konsisten dengan Gerakan Anti-Korupsi. Hal ini dibuktikan dengan KAMMI DIY khususnya dalam mengawal isu-isu korupsi di daerah.

Tema besar pemberantasan korupsi, mau tidak mau, akan tetap menjadi trend gerakan yang harus terus disuarakan KAMMI. Saatnya KAMMI untuk tidak lagi terjebak dalam euforia menjatuhkan rezim’98, tetapi lebih menempatkan dirinya sebagai organ yang membangun kesadaran politik (al wa’yu as-siyasiah) agar masyarakat memiliki dan berperan aktif dalam partisipasi politik (musyarakah siyasiah). Terlebih kini masyarakat lebih dekat dengan dinamika kekuasaan seperti proses piemilu kada. Desentralisasi menghendaki prinsip subsidiaritas politik di dalamnya, dan masyarakat lebih dekat dengan lingkaran kekuasaan.

Kembali ke obrolan dengan Humas Galang. Secara langsung menyatakan, teman-teman Galang menyatakan  bahwa KAMMI adalah organ besar mas, jadi jangan disibukkan dengan hanya melakukan hal kecil!. Pernyataan ini spontan memacu adrenalin untuk segera beraksi, melakukan hal-hal konkrit, dan membuktikan dengan berbagai prestasi. Targetan dari sekedar membedah buku berubah seketika, ingin melakukan hal-hal yang lebih besar. Lalu dia menambahkan bahwa ditahun '98 KAMMI adalah organ pertama yang melakukan aksi di jalanan”. Sebagai saksi sejarah, beliau ingin menyaksikan terobosan KAMMI era 1998 dalam koneteks kekinian. "Tahun 1998 KAMMI ada di  barisan terdepan, dan kini terjadi korupsi secara luar biasa di negeri ini. Kami ingin KAMMI kembali bangkit dan melakukan terobosan besar "  ujarnya penuh harap.  Pembicaraan pun kami akhiri. Di perjalana saya merenung, sanggupkah KAMMI kembali bangkit memenuhi panggilan sejarah dan kembali menjadi pendorong perbaikan bangsa ini secara lebih 'radikal".... Wallahu'alam.

 di sudut B07.
KAMMI Reborn (lahir kembali)
Isnendi Muhammad Fatwa (Ketua II KAMMI Daerah Sleman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar